BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Sejalan dengan perkembangan zaman
dengan dinamika yang terus berubah maka banyak sekalin perubahan-perubahan yang
terjadi, pergeseran kultur lisan kepada kultur tulis sebagai ciri masyarakat
modern, menuntut dijadikannya akta surat, sebagai bukti autentik saksi hidup
tidak lagi bisa diandalkan tidak saja karena bisa hilang dengan sebab kematian,
manusia juga dapat mengalami kelupaan dan kesilapan. Atas dasar ini kami
sebagai pemakalah akan menjelaskan sedikit tentang begitu pentingnya “
Pencatatan nikah dan akad nikah “
b. Rumusan Masalah
1. Apakah pencatatan perkawinan itu ?
2. Apakah dasar-dasar diberlakukan adanya pencatatan nikah ?
3. Apa sajakah manfaat adanya keberlakuan pencatatan nikah ?
4. Apakah bentuk akta nikah itu ?
c. Tujuan Masalah
1. Untuk mengerti bentuk pencatatan nikah
2. Untuk mengetahui dasar-dasar di berlakukannya pencatatan
nikah
3. Untuk mengerti manfaat yang terkandung dalam
diberlakukannya pencatatan nikah
4. Untuk mengetahui bentuk akad nikah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pencatatan Perkawinan
Tuntutan perkembangan zaman,
merubah suatu hukum dengan berbagai pertimbangan kemaslahatan yang pada mulanya
Syari’at Islam itu tidak mengatur secara kongkret tentang adanya suatu
pencatatan perkawinan namun hukum Islam di Indonesia mengaturnya. Pencatatan
perekawinan bertujuan untuk mewujudkan ketertiban perkawinan dalam masyarakat
agar martabat dan kesucian suatu perkawinan itu terlindungi. Melalui pencatatan
perkawinan tersebut yakni yang dibuktikan oleh akta nikah, apabila terjadi
suatu perselisihan diantara mereka atau salah satu tidak bertanggung jawab,
maka yang lain dapat melakukan upaya hukum guna mempertahankan atau memperoleh
hak masing-masing. Karena melalui akta nikah, suami isteri memiliki bukti
otentik atas perbuatan hukum yang telah mereka lakukan.
Perkawinan selain merupakan akad
yang suci, ia juga mengandung hubungan keperdataan. Hal tersebut dapat kita
lihat dalam Penjelasan Umum Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan,pasal 2 ayat 2 dimyatakan bahwa: “ tiap-tiap perkawinan dicatat
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku “
Didalam PP. NO.9 tahun 1975 tentang pelaksanaan UUD
perkawinan pasal 3 dinyatakan :
(1) setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan
memberitahukan kehendaknya kepada pegawai pencatat ditempat pewrkawinan yamh
akan dilangsungkan
(2) Pemberitahuan tersebut dalam ayat (1) dilakukan
sekurang-kurangnya 10 hari kerja sebelum perkawinan dilangsungkan
(3) Pengecualian terhadap jangka waktu tersebut dalam ayat
(2) disebabkan suatu alas an yang penting, diberikan oleh camat (atas nama)
bupati daerah setempat
Dengan pernyataan diatas Kompilasi Islam menjelaskan dalam
pasal 5 akan halnya tentang pencatatan perkawinan yakni:
(1) Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat
Islam, setiap Perkawinan harus di catat.
(2) Pencatatan Perkawinan tersebut pada ayat (1) dilakukan
oleh Pegawai Pencatat Nikah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1946 jo. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1954.
Adapun teknis dari pelaksanaannya, dijelaskan dalam pasal 6.
ayat :
(1) untuk memenuhi ketentuan dakam pasal 5 , setiap
perkawinan harus dilangsungkan dihadapan dan dibawah pengawasan pegawai
pencatat nikah
(2) perkawinan yang dilakukan diluar pengawasan pegawai
pencatat nikah tidak mempunyai kekuatan hukum
Memperhatikan ketentuan-ketentuan hokum diatas yang mengatur
tentang pencatatan perkawinan dapat dipahami bahwa pencatatan tersebut adalah
Syarat Administratif. Pencatatan diatur dikarenakan tanpa pencatatan suatu
perkawinan tidak mempunyai ketentuan hukum. Akibatnya apabila salah satu pihak
melalaikan kewajiban nya maka pihak lain tidak dapat melakukan upaya hukum,
karena tidak memiliki bukti-bukti yang sah dan otentik dari perkawinan yang
dilangsungkannya.
Selain itu, Pencatatan juga memiliki manfaat preventif,
yakni untuk menanggulangi agar tidak terjadi kekurangan atau penyimpangan rukum
dan syarat-syarat perkawinan, baik menurut hukum agama dan kepercayaanya itu,
maupun menurut perundang-undangan.
Adapun tata cara atau prosedur melaksanakan perkawinan
sesuai urutannya sebagai berikut :
1. Pemberitahuan
Dalam pasal 5 disebutkan bahwa
tata cara pemberitahuan rencana perkawina itu dapat dilakukan secara lisan atau
tertulis oleh calon mempelai atau oleh orang orang tua atau wakilnya dan
pemberitahuan tersebut ditentukan paling kambat 10 hari sebelum perkawinan
dilangsungkan. Adapun hal yang diberitahukan yakni nama, umur, agama,
pekerjaan, alamat, dan apabila salah satu atau keduanya pernah kawin, maka
disebutkan pula nama isteri atau suaminya.
2. Penelitian
Dalam Hal ini, Pegawai Pencatat
Nikah harus meneliti asal usul kedua mempelai termasuk status perkawinannya
masing-masing. Sebagaimana yang tertera dalam Pasal 6; ayat 1
"Pegawai Pencatat yang menerima pemberitahuan kehendak
melangsungkan perkawinan, meneliti apakah syarat-sayart perkawinan telah
dipenuhi dan apakah tidak terdapat halangan perkawinan menurut
Undang-undang."
"Selain penelitian terhadap hal sebagai dimaksud dalam
ayat (1), Pegawai Pencatat nikah juga diwajibkan melakukan penelitian
sebagaimana dalam pasal 6 ayt (2) terhadap :
1. Kutipan Akta Kelahiran atau surat kenal lahir calon
mempelai. Dalam hal tidak ada akta kelahiran atau surat kenal lahir dapat
dipergunakan surat keterangan yang menyatakan umur dan asal-usul calon mempelai
yang diberikan oleh Kepala Desa atau yang setingkat dengan itu;
2. Keterangan mengenai nama, agama/kepercayaan, pekerjaan,
dan tempat tinggal orang tua calon mempelai;
3. Izin tertulis/izin Pengadilan sebagai dimaksud dalam
pasal 6 ayat (2), (3), (4), dan (5) Undang-undang, apabila salah seorang calon
mempelai atau keduanya belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun;
4. Izin Pengadilan sebagi dimaksud pasal 14 Undang-undang;
dalam hal calon mempelai adalah seorang suami yang masih mempunyai isteri;
5. Dispensasi Pengadilan/Pejabat sebagai dimaksud Pasal 7
ayat (2) Undang-undang;
6. Izin kematian isteri atau suami yang terdahuluatau dalam
hal perceraian surat keterangan perceraian, bagi perkawinan untuk kedua kalinya
atau lebih;
7. Izin tertulis dari Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri
HANKAM/PANGAB, apabila salah satu calon mempelai atau keduanya anggota Angkatan
Bersenjata;
8. Surat kuasa otentik atau di bawah tangan yang disahkan
Pegawai Pencatat, apabila salah seorang calon mempelai atau keduanya tidak
dapat hadir sendiri karena sesuatu alas an yang penting, sehingga mewakilkan
kepada orang lain.
Kemudian hasil penelitiuan dari
Pegawai Pencatatan kemudian ditulis dalam suatu daftar yang diperuntukan untuk
itu sebagaimana disebutkan pada pasal 7 ayat 1. Akan tetapi apabila hasil dari
penelitiannya menunjukkan adanya yang halangaan perkawinan sebagai dimaksud
Undang-Undang dan belum terpenuhi persyaratannya seperti di atur dalam pasal 6
ayat (2) Peraturan Pemerintah, Pegawai memberitahukan kepada calon mempelai
atau kepada orang tua atau wakilnya hal ini diatur dalam pasal 7 ayat 1.
3. Pengumuman
Setelah masalah tersebut selesai
maka Pegawai Pencatat menyelenggarakan pengumuman tentang pemberitahuan
kehendak melangsungkan perkawinannya dengan cara menempelkan surat pengumuman
menurut formulir yang ditetapkan pada Kantor Pencatatan Perkawinan, ditempel
pada suatu tempat yang sudah ditentukan dan mudah dibaca oleh umum dan
pengumuman tersebut harus ditandatangani oleh Pegawai Pencatat hal ini
dicantukan dalam pasal 8, kemudian mengenai isi yang dimuat dalam pengumuman
itu menurut pasal 9 peraturan pemerintah tersebut berbunyi :
a) Nama, umur, agama/ kepercayaan, pekerjaan, tempat
kediaman Dari calon mempelai, apbila salah seorang atau keduanya pernah kawin disebutkan
nama istri dan (atau) suami mereka terlebih dahulu
b) Hari, tanggal, jam dan tempat perkawinan akan
dilangsungkan
Kemudian jika syarat-syarat telah
terpenuhi seperti terter diatas maka pernikahan dapat dilaksanakan sebagaimana
semestinya.
Adapun tujuan pengumuman
tersebut, bertujuan agar masyarakat umum mengetahui siapakah orang-orang yang
hendak menikah. Selanjutnya dengan adanya pengumuman itu apabila ada pihak yang
keberatan terhadap perkawinan yang hendak dilangsungkan maka yang bersangkutan
dapat mengajukan keberatan kepada kantor pencatatan nikah.
B. Dasar-dasar Pencatatan perkawinan
Perkawinan selanjutnya disebut
pernikahan, merupakan sebuah lembaga yang memberikan legimitasi seorang pria
dan wanita untuk bisa hidup dan berkumpul bersama dalam sebuah keluarga.
Ketenangan atau ketenteraman sebuah keluarga ditentukan salah satunya adalah
bahwa pernikahan itu harus sesuai dengan dengan tuntutan syariat Islam (bagi
orang Islam). Selain itu, ada aturan lain yang mengatur bahwa pernikahan itu
harus tercatat di Kantor Urusan Agama/Catatan Sipil.
Pencacatan perkawinan pada prinsipnya merupakan hak dasar
dalam keluarga. Selain itu merupakan upaya perlindungan terhadap isteri maupun
anak dalam memperoleh hak-hak keluarga seperti hak waris dan lain-lain.
Dalam hal nikah siri atau perkawinan yang tidak dicatatkan
dalam administrasi Negara mengakibatkan perempuan tidak memiliki kekuatan hukum
dalam hak status pengasuhan anak, hak waris, dan hak-hak lainnya sebagai istri
yang pas, akhirnya sangat merugikan pihak perempuan.
Pada kesempatan ini perlu kami sampaikan beberapa dasar
hukum mengenai pencacatan perkawinan/pernikahan, antara lain:
v Adanya undang-undang tentang no 22 tahun 1946
Mengatakan:
Nikah yang dilakukan menurut agama Islam, selanjutnya
disebut nikah, diawasi oleh Pegawai Pencatat Nikah yang diangkat oleh Menteri
Agama atau pegawai yang ditunjuk olehnya. Talak dan rujuk yang dilakukan
menurut agama Islam selanjutnya disebut talak dan rujuk, diberitahukan kepada
Pegawai Pencatat Nikah.
Pasal ini
memberitahukan legalisasi bahwa supaya nikah, talak, dan rujuk menurut agama
Islam supaya dicatat agar mendapat kepastian hukum.
Dalam Negara yang teratur segala hak-hak yang bersangkut
pada dengan kependudukan harus dicatat, sebagai kelahiran, pernikahan,
kematian, dan sebagainya lagi pada perkawinan perlu di catat ini untuk menjaga
jangan sampai ada kekecauan.
v Adanya Undang-undang No I tahun 1974 Tentang Perkawinan
Pasal 2 Ayat 2 menyatakan:
"Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku."
C. Manfaat
Adanya Pencatatan Dalam Perkawinan
Ada beberapa manfaat pencatatan pernikahan:
a. Mendapat perlindungan hukum
Bayangkan, misalnya terjadi
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Jika sang istri mengadu kepada pihak yang
berwajib, pengaduannya sebagai istri yang mendapat tindakan kekerasan tidak
akan dibenarkan. Alasannya, karena sang isteri tidak mampu menunjukkan
bukti-bukti otentik akta pernikahan yang resmi.
b. Memudahkan urusan perbuatan hukum lain yang terkait
dengan pernikahan
Akta nikah akan membantu suami
isteri untuk melakukan kebutuhan lain yang berkaitan dengan hukum. Misalnya
hendak menunaikan ibadah haji, menikahkan anak perempuannya yang sulung,
pengurusan asuransi kesehatan, dan lain sebagainya.
c. Legalitas formal pernikahan di hadapan hukum
Pernikahan yang dianggap legal
secara hukum adalah pernikahan yang dicatat oleh Petugas Pencatat Nikah (PPN)
atau yang ditunjuk olehnya. Karenanya, walaupun secara agama sebuah pernikahan
yang tanpa dicatatkan oleh PPN, pada dasarnya illegal menurut hukum.
d. Terjamin keamanannya
Sebuah pernikahan yang dicatatkan
secara resmi akan terjamin keamanannya dari kemungkinan terjadinya pemalsuan
dan kecurangan lainnya. Misalnya, seorang suami atau istri hendak memalsukan
nama mereka yang terdapat dalam Akta Nikah untuk keperluan yang menyimpang.
Maka, keaslian Akta Nikah itu dapat dibandingkan dengan salinan Akta Nikah
tersebut yang terdapat di KUA tempat yang bersangkutan menikah dahulu.
D. Akta
Nikah
Setelah pengumuman kehendak
melangsungkan perkawinan ditempel dan tidak ada keberatan dari pihak yang
terkait dengan rencana calon mempelai, maka perkawinan dapat dilangsungkan.
Adapun ketentuan dan tata caranya diatur dalam pasal 10 (PP No. 9/1975).
Pada saat akan dilangsungkannya perkawinan, Pegawai Pencatat
telah menyiapkan akta nikah dan salinannya dan telah diisi mengenai hal-hal
yang diperlukannya, seperti yang diatur dalam pasal 12 (PP. 9/1975) , Selain
hal-hal tersebut, dalam Akta Nikah dilampirkan naskah perjanjian perkawinan
yaitu teks yang dibaca suami setelah akad nikah sebagai perjanjian kesetiaannya
terhadap isteri. Setelah dilangsungkan akad nikah, kedua mempelai
menandatangani Akta Nikah yang sudah dibuat dalam rangkap 2 helai, pertama
disimpan pada panitra pengadilan dalam wilayah kantor pencatatan perkawinan itu
berbeda dan salinannya yang telah disiapkan oleh Pegawai Pencatat berdasarkan
ketentuan yang berlaku, kemudian diberikan kepada mempelai.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Perkawinan adalah akad yang sangat kuat untuk menaati
perinta Allah dan melaksanakanyya merupakan ibadah
2. Adapun tata cara atau prosedur melaksanakan perkawinan
sesuai urutannya sebagai berikut :
a. Pemberitahuan
b. Penelitian
c. Pengumuman
d. Pelaksanaan
3. Adapun beberapa manfaat pencatatan pernikahan:
a. Mendapat perlindungan hukum
b. Memudahkan urusan perbuatan hukum lain yang terkait
dengan pernikahan
c. Legalitas formal pernikahan di hadapan hukum
d. Terjamin keamanannya
4. Akta Nikah adalah suatu buku bukti atas berlangsungnya
suatu pernikahan
Saran
Dengan selesainya makalah ini,
kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang turut andil dalam
penulisan makalah ini, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Dan taklupa kami
menyadari bahwa dari penulisan makalah ini jauh dari kesempurnaan, dari itu
saran dan kritik yang membangun selalu kami tunggu dan perhatikan.
DAFTAR PUSTAKA
Nuruddin, Amir. 2000.
Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: PT. Gema Insani Press
Rafiq, Ahnad.1995. Hukum
Islam Di Indonesia. Cetakan keenam. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Kompilasi Hukum Islam.
2009. Cetakan ketiga. Bandung: PT. Citra Umbang
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !